Hai sist dibwah ini artikel bgs mengenai pengawet makanan, dibaca ya
agar kamu lebih paham dan bisa membedakan PARABEN dan METYLPARABEN ;)
Methylparaben (E218) pengawet makanan dan kosmetik
Methyl
p-hydroxybenzoate (disebut juga Methyl parahydroxybenzoate) adalah
bahan pengawet makanan yang cara kerjanya adalah mencegah timbulnya
jamur (fungi) yang selain sebagai pengawet makanan juga dipakai sebagai
bahan campuran kosmetik supaya tidak ada jamurnya.
Methylparaben
dapat diproduksi secara alami dan ditemukan dalam beberapa buah-buahan,
terutama blueberry, bersama dengan parabens lain. Tidak ada bukti bahwa
methylparaben atau propylparabens berbahaya pada konsentrasi yang
biasanya digunakan dalam perawatan tubuh atau kosmetik. Methylparaben
dan propylparabens dianggap GRAS (Generally regarded as safe, umumnya
dianggap aman) untuk makanan dan pengawetan antibakteri kosmetik.
Methylparaben ini mudah dimetabolisme oleh bakteri tanah umum, sehingga
benar-benar terurai.
Methylparaben mudah diserap dari saluran
pencernaan atau melalui kulit. Hal ini dihidrolisis menjadi asam
p-hidroksibenzoat dan cepat dikeluarkan tanpa akumulasi dalam tubuh.
Penelitian telah menunjukkan bahwa Methylparaben secara praktis tidak
beracun oleh kedua baik secara oral dan parenteral. Dalam sebuah
populasi dengan kulit normal, Methylparaben praktis non-iritasi dan
non-sensitif, namun reaksi alergi terhadap paraben tertelan telah
dilaporkan.
Soal standart makanan.
Dengan melihat sifat-sifat
diatas sebenarnya Methylparaben tidak membahayakan, dalam jumlah
terbatas tentunya. Nah jumlah terbatas, karena ada laporan yang terkena
alergi, inilah yang menjadikan standart-standar “kewajaran”nya berbeda
untuk tiap-tiap negara. Bahkan pengunaan senyawa pengawet ini diijinkan
oleh berbagai negara, termasuk Uni Eropa.
http://www.eufic.org/upl/1/default/d…fic%282%29.pdf (Food Additive Approved by EU).
Indonesia
menganut Standarisasi internasional yang ditetapkan Codex Alimentarius
Commission (CAC). Forum CAC (Codex Alimentarius Commission) merupakan
organisasi perumus standar internasional untuk bidang pangan.
Indonesia memperbolehkan penggunaan zat ini hingga 250mg/Kg,